Post by aatumb on May 15, 2007 9:05:05 GMT 7
Sudah menjadi teori, kuli itu banyak pantangannya. Ya pantang terkejut kalau tahu upahnya dipotong, pantang menanyakan kebijakan perusahaan dan hak-haknya sebagai kuli, pantang menuntut kenaikan upah sekalipun cukup lama mengabdi. Kuli, biarpun banyak memberi kontribusi bagi perusahaan, tetap saja dizalimi. Jadi, telan saja mentah-mentah aturan mainnya. Sudah nasibnya, kuli itu kudu nrimo, pasrah dan pandai bersyukur. Kendati, majikan sendiri sadar betul, hidup para kuli, lebih besar pasak daripada tiang
Teori kuli mengatakan, seorang bawahan biasa disalahkan, kendati atasan pun bisa saja berbuat salah. Tapi bawahan selalu saja tempat bersalah. Tak ada hak dan kesempatan untuk membela diri. Bila bawahan terlambat masuk kantor, dibilang malas padahai transportasi terhambat karena sopir angkot lagi mogok, lagi demo. Kalau atasan terlambat, katanya ada urusan kantor di luar. Kalau bawahan salah mengerjakan sesuatu, dibilang goblok. Tapi kalau atasan salah, katanya terobosan yang belum berhasil.
Giliran bawahan melakukan kesalahan tanpa sengaja, mereka seperti melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Lalu dengan mudah majikan melupakan jasa-jasa baik bawahannya. Sekalipun bawahan tidak melakukan kesalahan, majikan tetap saja menyalahkan bawahan bila perusahaannya tak maju-maju. Lagi-lagi kuli menjadi sasaran empuk, tumpahan kemarahan majikan yang sesungguhnya bermasalah.Pantas, bila majikan tak beretika, bawahan pun bisa lebih-lebih tak beretika. Karena memang di sana tak ada keteladanan, di sana tak ada contoh yang baik. Apa begitu nasib kuli?
Dikutip dari Desastian. Amanah online )
Teori kuli mengatakan, seorang bawahan biasa disalahkan, kendati atasan pun bisa saja berbuat salah. Tapi bawahan selalu saja tempat bersalah. Tak ada hak dan kesempatan untuk membela diri. Bila bawahan terlambat masuk kantor, dibilang malas padahai transportasi terhambat karena sopir angkot lagi mogok, lagi demo. Kalau atasan terlambat, katanya ada urusan kantor di luar. Kalau bawahan salah mengerjakan sesuatu, dibilang goblok. Tapi kalau atasan salah, katanya terobosan yang belum berhasil.
Giliran bawahan melakukan kesalahan tanpa sengaja, mereka seperti melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Lalu dengan mudah majikan melupakan jasa-jasa baik bawahannya. Sekalipun bawahan tidak melakukan kesalahan, majikan tetap saja menyalahkan bawahan bila perusahaannya tak maju-maju. Lagi-lagi kuli menjadi sasaran empuk, tumpahan kemarahan majikan yang sesungguhnya bermasalah.Pantas, bila majikan tak beretika, bawahan pun bisa lebih-lebih tak beretika. Karena memang di sana tak ada keteladanan, di sana tak ada contoh yang baik. Apa begitu nasib kuli?
Dikutip dari Desastian. Amanah online )